Berpagar tembok tinggi dengan gerbang besi
warna hijau. Sesaat setelah dibuka, sebuah bangunan memanjang mirip
barak militer bertuliskan Republik Lele menyambut. Barisan kolam dengan
konstruksi semi bak mengintip di seberang halaman tengah.
“Selamat datang di Republik Lele,”sambut HM Akas Alimuddin, sang
‘presiden’ Republik Lele. Di tempat inilah Akas – panggilan akrabnya,
merintis budidaya lele sejak 1982. Pusat budidaya ikan lele yang
terletak di Kota Pare, Kediri Jawa Timurini sekaligus menjadi saksi
‘proklamasi’ Republik Lele pada 12 Desember 1985, setahun setelah lele
dumbo diintroduksi oleh pemerintah.
“Maka di sini pula saya sering menerima tamu, supaya ceritanya
nyambung. Sekarang kolam yang paling luas bukan di sini. Ini semacam
kantor saja, dengan beberapa kolam dan kandang kambing,” kata pria
berusia 64 tahun yang masih tampak enerjik ini.
Bukan sekadar gagah-gagahan, saat nama Republik Lele dikibarkan. “Nama
itu mengandung harapan, bahwa komoditas lele bisa menjadi tumpuan bagi
kehidupan pembudidaya dan seluruh matarantai ekonominya,” ungkap sarjana
teknik pelayaran ini.
Nilai Bisnis Republik Lele
Dari sisi komparasi bisnis, Akas membandingkan peluang budidaya lele dengan bertanam padi. Setiap hektar sawah, hanya mampu menghasilkan 30 ton padi/tahun atau setara Rp 120 juta. Sangat jauh di bawah hasil panen lele pada luasan yang sama, mencapai 700 ton/tahun atau setara omzet Rp 7,3 miliar.
Dari sisi komparasi bisnis, Akas membandingkan peluang budidaya lele dengan bertanam padi. Setiap hektar sawah, hanya mampu menghasilkan 30 ton padi/tahun atau setara Rp 120 juta. Sangat jauh di bawah hasil panen lele pada luasan yang sama, mencapai 700 ton/tahun atau setara omzet Rp 7,3 miliar.
Layak, jika Akas terus mengembangkan usahanya. Mulai dari 3 petak kolam
pada 1984, berkembang menjadi 16 petak pada 1994. “Sepuluh tahun
kemudian (2004) sudah menjadi 400 petak, dan kini menembus 620 petak
dengan luasan lahan 3 ha. Semua kolam bak permanen,” urai pria berputra 5
ini. Pada 2010 Akas sudah bisa panen lele 70 – 80 ton/bulan, dan pada
2012 ini tembus 120 ton/bulan.
Kesuksesan baginya tidak boleh membuat lupa diri. Sehingga Akas tetap
melanjutkan kebiasaannya minum kopi di warung sederhana dekat rumahnya,
berbagi cerita dengan masyarakat kampung hingga hampir tengah malam.
“Bahkan forum santai itu sering menjadi ajang konsultasi. Saya pun
terbuka membagi ilmu kepada mereka,” ungkapnya.
Merintis Budidaya Lele
Kisah panjang kesuksesan Akas Alamuddin, dimulai dari keberhasilannya membudidayakan lele lokal (Clarias batracus) pada 1982. “Waktu itu, budidaya lele dilakukan dalam gentong-gentong di pinggir sungai karena lele belum beradaptasi dengan kolam,” tuturnya.
Kisah panjang kesuksesan Akas Alamuddin, dimulai dari keberhasilannya membudidayakan lele lokal (Clarias batracus) pada 1982. “Waktu itu, budidaya lele dilakukan dalam gentong-gentong di pinggir sungai karena lele belum beradaptasi dengan kolam,” tuturnya.
Dua tahun berjalan, pada 1984 Akas beralih membudidayakan lele dumbo
yang saat itu sedang diintroduksi. “Untuk memproduksi benih masih harus
memakai pemijahan buatan yang cukup repot. Pakai injeksi hipofisa dan stripping,”katanya.
Berbekal rasa penasaran dan keuletan, pada 1985 Akas mencoba memijahkan
lele dumbo secara alami, dan baru berhasil pada 1987.
Pada 1992, Akas memutuskan untuk berhenti membenihkan lele karena skill pembenihan sulit diwakilkan/didelegasikan kepada orang lain. “Alias skill individual,” tegasnya. Menurutnya, usaha yang menuntut skill
individual lebih sulit untuk berkembang secara masif ketimbang
pekerjaan yang bisa ‘diwakilkan’ kepada orang lain.Akas pun memutuskan
untuk konsentrasi pada pembesaran lele. “Tapi saya mengajari masyarakat
sekitar untuk menjadi pembenih yang qualified . Kini setiap bulan saya dipasok 2 juta ekor benih dari 15 - 20 orang binaan saya itu,” terangnya.
Artikel selengkapnya baca majalah Trobos edisi Agustus 2012
sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=22&aid=3504
Nama : Erni Widiastuti
BalasHapusNIM : 12/334934/PN/12942
Golongan : A3.1
Kelompok : 1
1. Adakah nilai penyuluhan
-Sumber Teknologi
Ada. Teknologi pemijahan lele secara alami lebih praktis dibandingkan dengan teknologi pemijahan lele secara buatan.
-Sasaran
Ada. Selain untuk kepentingan usahanya sendiri, Akas (pemilik Republik Lele) memberikan ilmu pemijahan dan budidaya lele kepada masyarakat sekitar dan tamu yang datang ke tempat usaha.
- Manfaat
Ada. Memberikan ilmu pemijahan dan budidaya lele kepada masyarakat dan pembudidaya lele dan salah satu keuntungan yang diperoleh Akas (pemilik Republik Lele) yaitu kini setiap bulannya dipasok 2 juta ekor benih dari 15 - 20 orang binaannya itu.
- Nilai pendidikan
Ada. Pemijahan lele secara alami lebih praktis dari pada pemijahan lele secara buatan (hipofisa dan stripping).
2. Nilai berita yang terkandung
-Proximity
Tulisan bersifat dekat dengan petani ikan baik dari segi fisik : pembenihan, budidaya, nilai bisnis maupun dari segi non fisik : kisah kesuksesan Akas (pemilik Republik Lele) dalam merintis usaha.
- Importance
Tulisan mengandung informasi yang dibutuhkan oleh petani ikan karena menginformasikan tentang nilai bisnis usaha budidaya lele yang lebih berpeluang dari pada bertanam padi dan memberikan informasi bahwa pemijahan lele secara alami lebih praktis dari pada pemijahan lele secara buatan.
- Consequence
Tindakan yang menyenangkan banyak orang. Pemijahan secara alami lebih tidak repot dari pada pemijahan secara buatan, memberikan ilmu pemijahan sehingga masyarakat dan pembudidaya memperoleh manfaat.